“Inilah tipikal perempuan kita. Easy to forgive, but difficult to forget. Setelah dibujuk-rayu, mulut begitu mudah mengaku diri sedia memaafkan. Sedangkan dalam hati, bagaikan sembilu menghentam jiwa, susah nak lupa. Adakala sampai berdendam seumur hidup.”
Tutur berbaur sindiran sinis itu serba-sedikit menggoyah kewibawaannya selaku seorang perempuan. Dia menelan liur. Kelat!
Terkadang dia ingin menjadi seekor burung. Menebar sayap seluas-luasnya. Meluncur cemerlang ke angkasa raya. Bermigrasi lewat tempoh musim-musim nan bersemi. Tanpa dipalit perasaan jengkel lewat kekhilafan waktu hinggap. Segalanya teratur. Bergorak rutin tanpa gangguan.
Namun, dia hanyalah manusia biasa. Seorang wanita yang sarat dengan naluri keperempuanan. Mudah terusik andai kasihsayang di adu-domba. Senang terluka pada cinta yang berpaling sauh. Juga cepat tersentuh andai maruah diinjak-injak pada sebuah kecurangan yang mencabar wibawa diri. Dia tetap kalah dengan suatu ketentuan takdir yang amat berat ditanggung jiwa.
Sedutan :
Cerpen "Lirih Naluri Seorang Hawa"
Akan datang ke media cetak
Tiada ulasan:
Catat Ulasan