Sewindu lagi
mataku kan mampu menatap haru
mendekap jam randik waktu nan usai berdentang
mengelus pilu jarum telunjuknya nan gerah
beralih senoktah demi noktah mempapar masa
tanpa endah nan perduli akan tangis tawarikh
akan cita dan cinta yang terlempar jauh
serelung hayat kita yang terusir olehnya
utuh berbekas memorial
Aku berdiri tekur
terkial ragu menyeberangi sempadan dekad
bertoleh berkali-kali merintih perginya citra silam
yang seusai ku sempurnakan dalam kelam dan girang
entah kelu mengapai zaman edan nan kabur
mungkin nelangsa melepas kuntum bunga semalam
yang celaru untuk ku gamit neracanya
lewat pansuhan sukma raga
Tuhan
aku hanya pasrah berteleku
berkamit akan sinar suria nan teguh memayung
bergetus akan pawana nan semilir meneman
menyiram relung jiwa lewat bibit-bibit hujan pendamai
mengandeng erat tangkai citaku tanpa kepalang gundah
mengkhayal impi sedesis kelicap bernyanyi
menganyam mega bercarik taman sati
mendoa kelestarian luhuran budi
segenap hati
Riesna Zasly
27 Desember 2009